Seni sangat sulit untuk dijelaskan dan
juga sulit dinilai. Bahwa masing-masing individu artis memilih sendiri
peraturan dan parameter yang menuntunnya atau kerjanya, masih bisa
dikatakan bahwa seni adalah proses dan produk dari memilih medium, dan
suatu set peraturan untuk penggunaan medium itu. Ternyata Indonesia juga
memiliki kesenian yang erat hubungannya dengan dunia mistis. Berikut
ulasan 5 kesenian yang berbau mistis dari Indonesia:
1. Kesenian Bedhaya Ketawang
Tari Bedhaya Ketawang adalah sebuah tari
yang amat disakralkan dan hanya digelar dalam setahun sekali. Konon di
dalamnya sang Ratu Kidul ikut menari sebagai tanda penghormatan kepada
raja-raja penerus dinasti Mataram.
Menurut kitab Wedbapradangga yang
dianggap pencipta tarian Bedhaya Ketawang adalah Sultan Agung
(1613-1645) raja ke-1 dan terbesar dari kerajaan Mataram bersama Kanjeng
Ratu Kencanasari, penguasa laut selatan yang juga disebut Kanjeng Ratu
Kidul. Sebelum tari ini diciptakan, terlebih dahulu Sultan Agung
memerintahkan para pakar gamelan untuk menciptakan sebuah gendhing yang
bernama Ketawang.
Pada saat tarian dimulai itulah terasa
sekali suasana yang lain daripada biasanya. Lebih-lebih bila tiba-tiba
terdengar suara rebab yang digesek, mengiringi keluarnya para penari
dari Dalem Ageng Prabasuyasa, menuju ke Pendapa Agung Sasanasewaka.
2. Kesenian Bambu Gila
Bambu Gila merupakan sebuah tarian dari
Maluku yang mengandung unsur mistis. Sebanyak tujuh pria kuat bertarung
melawan sebatang bambu dengan panjang sekitar 2,5 meter dan berdiameter 8
cm. Saat menyaksikan ini Anda akan merasakan pengalaman supranatural
yang mungkin jarang atau belum pernah Anda rasakan sebelumnya.
Tarian ini juga dikenal dengan nama
Buluh (bambu) Gila atau Bara Suwen. Pertunjukan ini bisa ditemui di dua
desa yaitu Desa Liang, kecamatan Salahatu, dan Desa Mamala, kecamatan
Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Di Provinsi Maluku Utara, atraksi yang
bernuansa mistis ini dapat dijumpai di beberapa daerah di kota Ternate
dan sekitarnya.
Bagi warga Gelagah, Banyuwangi, Jawa
Timur, bulan Syawal selalu ditandai dengan ritual Seblang, yang hanya
bisa diperankan seorang gadis perawan.
Tarian Seblang berawal dari sebuah
cerita legenda tentang Ki Saiman, seorang yang sakti yang berusaha
mengobati seekor harimau yang terluka parah di sebuah mata air yang kini
disebut Mata Air Penawar. Tak diduga, saat berendam di air tersebut
berganti wujud menjadi seorang peri cantik dan pandai menari. Ki Saiman
pun terpesona dan menikahi peri tersebut.
Suatu saat, sang ibu meninggal dunia.
Rohnya yang kembali ke kayangan, tiba-tiba merasuki salah seorang
anaknya, yang kemudian menari secara tidak beraturan. Tarian yang
kemudian diberi nama Seblang tersebut dikatakan membawa berkah dan
akhirnya diajarkan kepada keturunan Ki Saiman.
Kesenian Angguk merupakan satu dari
sekian banyak jenis kesenian rakyat yang ada di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kesenian angguk berbentuk tarian disertai dengan
pantun-pantun rakyat yang berisi pelbagai aspek kehidupan manusia,
seperti: pergaulan dalam hidup bermasyarakat, budi pekerti,
nasihat-nasihat dan pendidikan. Dalam kesenian ini juga dibacakan atau
dinyanyikan kalimat-kalimat yang ada dalam kitab Tlodo, yang walaupun
bertuliskan huruf Arab, namun dilagukan dengan cengkok tembang Jawa.
Nyanyian tersebut dinyanyikan secara bergantian antara penari dan
pengiring tetabuhan. Selain itu, terdapat satu hal yang sangat menarik
dalam kesenian ini, yaitu adanya pemain yang “ndadi” atau pemain itu
tidak sadar pada saat puncak pementasannya. Sebagian masyarakat
Yogyakarta percaya bahwa penari angguk yang dapat “ndadi” ini memiliki “jimat” yang diperoleh dari juru-kunci pesarean Begelen, Purworejo.
Tarian angguk diperkirakan muncul sejak
zaman Belanda1, sebagai ungkapan rasa syukur kapada Tuhan setelah panen
padi. Untuk merayakannya, para muda-mudi bersukaria dengan bernyanyi,
menari sambil mengangguk-anggukkan kepala. Dari sinilah kemudian
melahirkan satu kesenian yang disebut sebagai “angguk”. Tari angguk
biasa digelar di pendopo atau di halaman rumah pada malam hari. Para
penontonnya tidak dipungut biaya karena pertunjukan kesenian angguk
umumnya dibiayai oleh orang yang sedang mempunyai hajat (perkawinan,
perayaan 17 Agustus-an dan lain-lain).
5. Kesenian Tari Andholanan Bahhong
Kesenian nenek moyang kita memang
beragam. Salah satunya hong-bahhong. Berawal dari kebiasaan masyarakat
Desa Katol Barat, Kecamatan Geger memuja leluhurnya, kini seniman
Bangkalan mengangkat tradisi ini dalam bentuk seni tari berjudul
Andholenan Bahhong.
Kesenian ini memerlukan waktu lama untuk
bisa menikmati rangkaian gerak tari andholanan bahhong. Dibandingkan
tari lainnya yang hanya membutuhkan 5-10 menit, tari ini memerlukan
waktu hingga 20 menit. Sejak awal tari dimulai, bulu kuduk kita seakan
merinding. Kita serasa berada di tengah-tengah orang yang sedang memuja
leluhur mereka di zaman dahulu.
Kemudian, keluarlah tujuh orang
perempuan cantik yang bergerak tak kalah mistis. Mereka bergerak seakan
sedang melakukan penyembahan pada leluhur mereka. Membentuk sebuah
lingkaran dengan kedua tangan mereka diacungkan ke atas.
0 komentar:
Posting Komentar